
Selesai mengikuti petualangan Mack dan kawan-kawannya dalam novel ini, saya terkesima oleh luasnya dunia yang tertuang dalam paragraf-paragrafnya: manusia yang kecil berhadapan dengan alam dan dunia yang begitu besar. Cannery Row mengambil cerita di Kota Monterrey, California pada awal abad 20. Sebuah masa di mana dunia terasa begitu besar dan sumber daya alam seolah2 tak terbatas. Eranya Ford Model T dan Jeans Overalls dan menangkap tangkapan dengan kepalan tangan sendiri di sungai.
Terletak di pinggir pantai Monterrey Bay yang menghadap Samudra Pasifik, di antara pabrik-pabrik pengalengan Sardin, dan di antara bukit-bukit dan jalur kereta yang malang melintang menuju pelabuhan, Cannery Row berisi satu potong kehidupan rakyat kecil Amerika serikat pada masa Great Depression—satu potong komunitas yang berusaha, melalui cara dan batas kekuatan mereka sendiri, untuk bertahan dari derasnya arus kehidupan.
Sebetulnya ceritanya sederhana: tentang perjuangan Mack dan kawan-kawannya untuk memberikan hadiah ulang tahun bagi teman mereka Doc.
Mack dan kawan-kawannya, Hazel, Eddie, Hughie, dan Gay, bisa dibilang manusia gak jelas—rakyat jelata pekerja kasar yang gonta-ganti pekerjaan sana-sini, culas (kadang tak mengindahkan kepemilikan barang orang lain, ehem), dan gak beruntung ketika menjalin hubungan dengan wanita. Akibatnya mereka kebanyakan nganggur dan minum-minum.
“Rumah pertama” mereka pun hanya seonggok pipa-pipa kosong bekas konstruksi pelabuhan. Walau begitu mereka cerdik, setia kawan, dan tak henti-hentinya memutar otak agar bisa melalui ini semua. Mack and the boys Steinbeck sebut sebagai “The Virtues, the Graces, (and) the Beauties of the hurried mangled craziness of Monterrey.”
Sebaliknya, Doc adalah seorang Marine Biologist. Seorang tokoh terpandang di Cannery Row. Penyuka seni, alam, dan filsafat. Doc pemilik Western Biological Laboratory yang berada di seberang rumah mereka dan terletak di dekat pantai. Doc sangat akrab dengan penghuni Cannery Row lainnya. Hampir tak ada satupun yang tak pernah berutang budi dengan dia, seberapapun kecilnya. Dunia berjalan seperti biasa di Cannery Row, hingga suatu ketika Doc sedang menyebrangi jalan untuk membeli Beer, Mac berkata pada kawannya, “That Doc is a fine fellow. We ought to do something for him.” Dimulailah petualangan kecil mereka untuk mewujudkan ide tersebut.
Kesederhanaan cerita ini juga tertuang dalam struktur dan diksi yang digunakan oleh Steinbeck: sederhana, gak muluk-muluk. Hanya menyampaikan apa yang perlu disampaikan. Banyak yang bilang mirip dengan prosa Hemmingway. Bagi yang suka tipikal prosa seperti itu mungkin akan sangat menyukai Cannery Row. Walaupun saya lebih menyukai prosa-prosa yang lebih imajinatif yang mengalir seperti mimpi, dan membuat saya membayangkan bentuk-bentuk yang belum pernah saya bayangkan sebelumnya.
Selama usaha Mack dan kawan-kawannya tersebut kita akan berkenalan dengan para penghuni unik di Cannery Row. Setiap bab diselipi vignette, berupa potret cerita penghuni-penghuninya. Melalui novel ini Steinbeck berusaha menceritakan kehidupan mereka yang terpinggirkan. Mereka-mereka yang hidup di antara rumah bordil, pabrik-pabrik, dan pelabuhan ikan, di antara para pelaut dan serdadu, pemabuk dan para pejudi, pekerja kasar paruh waktu dan manusia-manusia naas yang tak punya rumah. Mereka-mereka yang hidup dari paycheck to paycheck. Sebuah hidup yang melankolis tanpa pernah kehilangan semangat hidup.
Dunia nyatanya acuh dengan rencana manusia, karena dia pun punya rencananya tersendiri. Di hadapan dunia dan alam yang begitu luas manusia menjadi tak berarti. Tetapi di antara semua itu kita akan menjumpai kisah-kisah mereka yang menolak untuk terhempas.