
Pale Fire: A Review
Bagi saya Pale Fire terasa seperti sebuah persembahan intelektual oleh Nabokov untuk para pembacanya, seperti sebuah puzzle yang tempramental namun cantik, penuh dengan teka-teki dan makna yang berlapis-lapis, menghasilkan berbagai diskusi dan teori-teori dari berbagai kalangan selama bertahun-tahun, dan, oleh karenanya, merupakan satu karya yang unik di mata saya: seperti satu untaian karet besar yang terbentang dan ditarik menuju dua sisi yang berlawanan—sisi Nabokov sebagai pencerita dan sisi Nabokov sebagai pengkritik sastra. Sebuah pertentangan yang menghasilkan kekhasannya tersendiri.
Dia akan membawa kita pada rahasia dunia sastra, menyeretnya dari singgasananya dan menghajarnya sampai babak belur. Membawa-bawa Dostoevski dan Goethe, Shakespear dan Pope, Timon of Athens dan A la Recherche du Temps Perdu.
Dia akan membawa-bawa teori dan psychoanalysisnya Freud, mengolok-ngoloknya dan mengkritik kekonyolan teorinya. “The little cap of red velvet in the German version of Little Red Riding Hood is a symbol of menstruation.” Do those clowns really believe what they teach? Keskeptisan yang muncul akibat latar belakangnya dia yang juga seorang saintis. “I admire Freud greatly,” ujar Nabokov, “… as a comic writer.”
Dia akan membawa kita pada cerita mengenai alam dan manusia. Bercerita mengenai biologi, geografi, antropologi, dan bahkan supranatural. Membawa-bawa imaji burung terbang mengangkasa semenjak 4 baris pertama puisinya, dan membawa-bawa kupu-kupu Vanessa, The Red Admirable, dalam momen-momen penting di ceritanya.
Dia akan membawa-bawa sejarah dunia dan mengarang sejarah dunianya sendiri: mendongeng tentang kerajaan fiksi bernama Zembla, nun jauh di Timur, di antara Bera Range dan Quay of Blawick, di antara Embla point dan Emblem Bay, lengkap dengan silsilah kerajaan dan pergolakannya sendiri.
Tapi sejatinya, di antara semua itu, dia akan membawa kita pada rahasia jiwa terdalam dua orang manusia: tentang mendiang John Shade yang melalui puisinya berusaha untuk memahami hidupnya selama ini, hidupnya yang dipenuhi dengan kematian orang-orang terdekatnya. Dan tentang Charles Kinbote yang, dengan keangkuhan dan obsesinya, merasa berhak dan memaksa untuk mengomentari puisi temannya tersebut.
Read more…